Kamis, 31 Desember 2009

Nature School of Great Leaders

Setiap masa memiliki pemimpin yang berbeda-beda. Karena setiap masa membutuhkan karakter pemimpin yang berbeda-beda. Hal ini memiliki filosofi sebab-akibat, makin menuju ke tahun yang lebih baru maka umat memiliki permasalahan yang lebih kompleks. Seperti entropi dalam dunia eksakta, semakin besar fungsi waktu, maka besarnya chaos bagai fungsi eksponensial yang makin membesar tanpa batas. Kegelisahan mulai timbul di masing-masing pribadi calon pemimpin masa depan dari zamannya. Tidak semua orang memilki kegelisahan tersebut, beberapa factor memunculkan rasa gelisah itu. Dapat disebabkan karena kondisi lingkungan masyarakat yang sangat memperihatinkan, pengaruh pendidikan yang diberikan oleh orang tua dan lain sebagainya.

Dapat dilihat dari latar belakang kondisi ekonomi beberapa pemimpin besar seperti : Muhammad SAW, Muhammad Natsir, Muhammad Hatta, Mahatma Gandi, Bill Gates, Soekarno dari golongan keluarga ekonomi menengah ke bawah. Kalau tidak dari keluarga ekonomi menengah ke bawah berarti mereka memiliki lingkungan sekitar keluarga mereka yang memprihatinkan. Memang tolok ukur financial bukan merupakan batasan yang mutlak tentang bahagia atau tidaknya sebuah komunitas. Akantetapi untuk sebagian besar Mindset masyarakat masih menunjukkan hal itu.

Sebuah panggilan keberanian untuk menjadi Agent Of Change komunitasnya. Menjadikan lecutan sumber motivasi yang tiada habisnya, menjadikan pribadi-pribadi pemimpin yang kuat menghadapi ujian-ujian kelulusan “ Nature School of Great Leaders” atau ujian-ujian kehidupan. Seseorang yang memiliki keinginan yang kuat tidak serta merta dapat melewati ujian-ujian tersebut, akan tetapi seseorang yang mau melewati jerih payah yang pastinya lebih berat dibandingkan dengan teman-teman sebayanya. Disinilah kemampuan seorang pemimpin dalam mempertahankan Idealisme menjadi penting. Nama lain dari Istiqomah, merupakan factor yang dapat memunculkan seorang Individu dapat melejit ke atas dibandingkan dengan jutaan manusia lainnya dalam satu generasinya. Perbandingan yang sangat selektif, kalau teman-teman mengikuti ujian masuk perguruan tinggi, mungkin yang masuk seleksi dibandingkan dengan yang tidak masuk seleksi sekitar 1 : 50 untuk jurusan yang tergolong favorit. Kalau ujian masuk “ Nature School of Great Leaders” perbandingannya bisa sampai 1 : jutaan orang lainya.

Kalau mungkin kita merasakan bahwa ingin menjadi seorang mahasiswa di perguruan tinggi yang favorit, masuk akademi militer atau kepolisian, masuk jurusan kedokteran dengan jalur baik, atau mungkin masuk perguruan tinggi kedinasan begitu menguras tenaga, waktu dan fikiran. Bagaimana susahnya seorang individu dapat melewati ujian yang diberikan “ Nature School of Great Leaders” sehingga seseorang tersebut menjadi Great Leader lintas peradaban?. Walaupun belum ada penelitian yang menyajikan data kualitatif maupun kuantitatif tentang fenomena kehidupan tersebut, dengan melihat perbandingannya saja yang begitu besar menunjukkan tingkat kesulitannya. Muhammad SAW saja, harus merasakan perjalanan dakwah yang berdarah-darah, dikejar-kejar kaum quraish, dan berbagai ancaman untuk dibunuh. Muhammad Natsir yang harus merasakan desakan politik yang sangat keras dari teman-teman perjuangannya pada zamannya, beberapa kali di penjara dan suaka politik pemerintahan di zamannya hidup, agar tidak berinteraksi dengan pergerakan islam dari luar negri. Dan berbagai ujian untuk pemimpin-pemimpin besar yang lainnya.

High Risk à High Return. Hanya pernyataan itu mungkin yang dapat membalas perjuangan pemimpin-pemimpin besar tersebut. Dengan kata lain adalah Surga atau Jannah. Semoga saya bisa menjadi seperti Rasulullah SAW.

Wallahu’alam Bishowab

Ini selesai dalam kurang dari 1 jam,hehe…

Perjuangan Mendapatkan Perguruan Tinggi Terbaik

Kehidupan SMA yang penuh dengan kenangan indah bersama teman-teman sebaya. Pendidikan SD yang memakan waktu 6 tahun, pendidikan SMP yang memakan waktu 3 tahun dan pendidikan di SMA tak terasa sudah 2 tahun lebih berjalan. Pada suatu hari ketika pulang sekolah membawa sepeda berwarna merah, baru saja pulang dari les persiapan Ujian Nasional. Tak sengaja melihat seorang ibu-ibu sedang mengayuh sepeda juga. Kelihatannya baru pulang dari bekerja sebagai orang yang sangat berjasa untuk kebersihan kota Blora, karena setiap hari pekerjaannya adalah menyapu trotoar-trotoar di sepanjang pinggir jalan kota Blora. Raut mukanya yang sudah mulai berkeriput merperlihatkan umurnya sudah diatas 40 tahunan. Tak lupa sebagai orang lebih muda setidaknya meyapa terlebih dahulu dan mencoba untuk memulai percakapan dengannya sambil tetap mengayuh sepeda. Berikut adalah percakapan Saya dengan Beliau :

Saya : ”Baru pulang Ibu?”

Ibu tua : ”iya nak, kamu juga baru pulang?”

Saya : “iya Bu..”

Ibu tua : “ Sekolah dimana Nak? Dan kelas berapa?”

Saya : “SMA N 1 Blora Bu, kelas 3 sekarang.”

Ibu tua : “ wah… SMAN 1 Blora, pasti adiknya pintar ya?, kan yang bisa sekolah disitu orang-orang pintar saja, “

Saya : “Ah, biasa aja kok Bu, paling juga karena beruntung saja. Oya, kalau anak ibu sekarang sekolah dimana?”

Ibu Tua : “anak ibu sejak lulus SD sudah tidak melanjutkan trus langsung ikut kerja bapaknya di sawah, maklum Nak, Ibu g punya uang untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi”

Saya : (sambil merasa nggak enak, saya tersenyum).”yaudah Bu, saya mau duluan naik sepedanya” (maklum karena lebih muda mengayuhnya lebih kuat).

Dari percakapan dengan ibu tua tersebut hati saya tersentak. Banyak nikmat yang telah saya lewatkan seperti belajar males, kalau berangkat ke sekolah sering telat (sampai mendapatkan julukan siswa TELATAN di sekolah), dan masih suka bermain dengan teman naik motor ugal-ugalan kalau malem minggu dan lain sebagainya.

Sejak saat itu saya mulai mencoba merenungi hidup. Dalam istilah management itu dinamakan “Turning Point”, yang berarti titik peralihan diri. Saya merasa telah mendapatkan banyak kelebihan dari Allah SWT tetapi kurang bisa menfaatkannya dalam hidup. Dapat mengenyam pendidikan, mendapatkan keluarga yang berkecukupan, memiliki kemampuan intelektual yang lumayan encer dari kata temen-temen dan guru. Dari situ menurut saya menjadi salah satu penentu masa depan hidup. Mulai menentukan tujuan perguruan tinggi yang akan saya tuju. Setiap manusia saya yakin memiliki bakat dan kelebihannya tersendiri. Tugas kita untuk meng-eksplore(mencari) lebih mendalam kemampuan tersebut dan mengembangkannya.

Kita tahu bahwa semua yang kita alami dalam hidup adalah sebuah proses. Tidak ada sebuah hasil yang langsung berwujud tanpa melalui proses-proses pembentukannya. Ketika saya berkeinginan untuk masuk ke perguruan tinggi favorit yang saya idam-idamkan, maka saya harus mengikuti prosedur yang telah ada. Yang pertama saya harus lulus ujian nasional, lalu mengikuti test masuk perguruan tinggi dan berdo’a untuk mendapatkan apa yang menurut Allah terbaik bagi saya. Hari demi hari saya lewati dengan belajar latihan ujian nasional dan test masuk perguruan tinggi. Kita tahu begitu banyaknya mata pelajaran yang harus dipersiapkan untuk itu. Pelajaran mulai dari sejak kelas satu SMA sampai kelas tiga, hanya ditentukan hasilnnya dari ujian yang hanya beberapa hari. Memang agak terasa kurang adil, akantetapi kita harus mengikuti prosedur tersebut.

Musholla sekolah yang awalnya sedikit yang digunakan, ketika waktu kelas 3 SMA teman-teman rajin menuju Musholla sekolah untuk sholat dhuha’. Mungkin ini salah satu efek baik dari ujian nasional. Termasuk saya menjadi rajin sholat dhuha’ di musholla. Allah selalu mendengarkan do’a hamba-hambaNya yang bertawadhu’. Salah satu hal yang kita lakukan untuk meningkatkan semangat belajar adalah sering melakukan share/ cerita tentang apa-apa yang kita ingin capai dengan soulmate atau teman-teman SMA. Sambil menunggu bel masuk berbunyi di musholla kita bercerita, ada teman-teman yang ingin menjadi guru sehingga berkeinginan masuk Unnes(Universitas Negeri Semarang). Ada yang berkeinginan menjadi dokter, direktur perusahaan, presiden, dan lain sebagainya. Dengan cerita tersebut saya merasa lebih semangat lagi untuk mendapatkannya. Keinginan untuk menjadi yang terbaik dalam hal ini bukanlah menjadi kesalahan akantetapi akan menimbulkan jiwa kompetisi yang sehat. Apalagi jika kita bersinergi untuk belajar kelompok, hal tersebut akan lebih bermanfaat. Kekuatan do’a akan memberikan efek positif terhadap usaha yang kita lakukan.

Pilihan jurusan dan perguruan tinggi juga sangat menentukan langkah apa yang akan kita ambil. Memilih IPC, IPA atau IPS juga mempengaruhi tingkat kesuksesan test seseorang. Dalam memperoleh target yang akan kita tuju, lebih baik jika kita fokus pada tujuan utama. Saya mengikuti beberapa seleksi perguruan tinggi dari UM UGM, test masuk STPN, test STPI dan SPMB yang sekarang diganti nama menjadi SNMPTN. STPN dan STPI adalah sekolah tinggi ikatan dinas, STPN telah diterima dan STPI baru tes atministratif dan lolos akantetapi tidak saya lanjutkan. UM UGM ikut yang jalur IPC, dalam test tersebut karena harus fokus pada banyak kajian, maka ujian saya menjadi tidak maksimal. Sehingga tidak mendapatkan pada pilihan yang pertama. Alhamdulillah pada ujian masuk perguruan tinggi yang terakhir yaitu SNMPTN, walaupun masuk pada jurusan yang kedua tetapi sekarang menjadi jurusan Eksak terfavorit tahun 2009 di Indonesia menurut media Tempo, Teknik Perminyakan ITB.

Saya yakin apa yang diberikan oleh Allah kepada hambaNya yang telah bekerja keras adalah anugrah yang terbaik. Proses pendewasaan yang sangat cepat dialami oleh siswa kelas 3 SMA menuju ke Perguruan Tinggi. Masing-masing orang memiliki proses yang unik, dan tidak bisa diperbandingkan satu dengan yang lain mana yang lebih baik dan mana yang tidak baik.

Untuk teman-teman kelas 3 SMA, perjalanan hidup memang berat. Tapi jika kita melakukannya dengan berfikiran positif dan semangat, maka hal itu akan terasa ringan. Rasa manis itu terasa kalau pernah tahu rasa pahit.